Happy hypoxia – merupakan salah satu kondisi pada pasien Covid-19 yang sedang ramai dibicarakan. Berdasarkan informasi yang tersebar, banyak pasien Covid-19 yang mengalami kondisi ini dan disebut sebagai silent killer. Pasalnya, pasien tidak mengalami sesak napas sebelumnya, tetapi kadar oksigen dalam tubuh terus menurun.

Tetapi, tak hanya pada pasien Covid-19 saja, happy hypoxia juga bisa dialami oleh individu yang sedang memiliki masalah kesehatan lain, seperti anemia, PPOK (penyakit paru obstruksi kronis), dan juga stroke.

Pada kasus Covid-19 – happy hypoxia sebenarnya dapat diatasi dengan terapi oksigen hiperbarik. Terapi tersebut, dianggap cukup efektif untuk mengatasi kondisi ini.

Namun, apa itu terapi oksigen hiperbarik? Dan sebetulnya, apa kaitan happy hypoxia dengan Covid-19? Berikut ulasan lengkapnya.

 

 

 

Kaitan Happy Hypoxia Dengan Covid-19

Apa Itu Terapi Oksigen Hiperbarik? Yang Disebut Mampu Atasi Happy Hipoxia / Credit: mediaindonesia.com

Dalam proses masuknya oksigen ke dalam sel, ada beberapa tahapan yang dilakukan. Yaitu, oksigen berdifusi di jaringan paru melalui sel terkecil, yakni alveolus. Pada tahap ini, oksigen diikat oleh sel darah merah dan diantar ke jaringan serta sel.

Agar oksigen bisa menembus alveolar dan masuk ke dalam darah, dibutuhkan perbedaan tekanan antara paru dengan pembuluh darah arteri. Dan, di sinilah masalah kerap terjadi pada pasien Covid-19.

Pasien Covid-19 cenderung mengalami radang pada alveolar, sehingga butuh tekanan lebih tinggi agar oksigen bisa masuk ke dalam darah. Jika pasien mengalami kegagalan pernapasan, maka akan dipasangkan ventilator sebagai alat bantu.

Sementara, pada pasien happy hypoxia kondisi sesak napas tidak dialami oleh pasien. Bahkan, terkadang hasil saturasi oksigen pun masih di batas normal. Pada saat kadar oksigen sudah berada di level kritis, barulah pasien mengalami perburukan kondisi dalam waktu cepat.

 

Kenapa Happy Hypoxia Tidak Bergejala?

Apa Itu Terapi Oksigen Hiperbarik? Yang Disebut Mampu Atasi Happy Hipoxia / Credit: lifestyle.kompas.com

Dilansir dari Detik.com, beberapa teori menjelaskan bahwa invasi virus pada kemoreseptor membuat tubuh tidak dapat membaca status oksigen jaringan. Atau, kemungkinan lainnya adalah kadar CO2 pada pasien cukup rendah, sehingga tidak muncul “keinginan” bernapas.

Sedangkan, peradangan paru semakin meluas dan tubuh membutuhan banyak oksigen untuk melawan infeksi. Akhirnya, oksigen kesulitan untuk masuk ke dalam darah dan terjadi hipoksia kronis. Kondisi ini memicu oxygen debt atau hutang oksigen.

 

 

 

Hutang Oksigen, Bagaimana Cara Atasinya?

Apa Itu Terapi Oksigen Hiperbarik? Yang Disebut Mampu Atasi Happy Hipoxia / Credit: klikdokter.com

Kondisi oxygen debt dapat diatasi dengan peningkatan jumlah oksigen dalam darah. Hal ini cukup sulit dicapai, terutama jika tidak ada perbedaan tekanan antara alveolar dan pembuluh darah. Untuk itu, terapi hiperbarik memiliki peran penting.

Terapi hiperbarik – sudah dilakukan lebih dari 100 tahun lalu dan digunakan ketika wabah Flu Spanyol melanda. Setelah itu, terapi ini sudah tak lagi digunakan.

Terapi ini memiliki mekanisme yang didasari oleh konsep fisika – hukum Henry, namanya. Artinya, semakin tinggi tekanan parsial gas di atas suatu cairan, maka semakin tinggi pula kelarutan gas tersebut.

Dengan meningkatnya tekanan parsial oksigen dalam udara yang dihirup, maka semakin tinggi pula oksigen yang masuk ke dalam plasma darah dan diantarkan ke sel- sel dalam tubuh. poin ini menjadi kelebihan bagi terapi hiperbarik, dibanding ventilator.

Saat ini, berbagai uji klinis sedang dijalankan di 8 pusat hiperbarik dunia untuk membandingkan efek terapi hiperbarik dengan penggunaan ventilator. Dari penelitian yang sedang berjalan, diharapkan ada hasil baik untuk mengurangi beban kesehatan dunia akibat pandemi.

 

Featured Image - coronavirus.medium.com

Source - detik.com