Bagi sebagian orang, kebijakan ‘di rumah saja’ selama masa pandemi Covid-19 ini terasa mewah dan menyenangkan. Karena, percaya tak percaya, dengan tetap berada di rumah saja, kamu bisa turut berperan dalam menyelamatkan banyak nyawa.

Meskipun demikian, ada pula orang yang merasa dirinya ‘terkekang’ dan berusaha keras untuk menyesuaikan diri ketika sedang menerapkan kebijakan ‘ di rumah saja’ ini.  Hal ini wajar terjadi, selama dua miliar tahun terakhir, otak manusia berkembang pesat demi bersosialisasi.

 

Credit: conehealth.com

Sebuah model penelitian yang disebut model ecological dominance-social competition, mengungkapkan bahwa manusia memiliki sifat yang sangat komunal dan kooperatif. Ini berarti, ketika seseorang berada di dalam satu kelompok sosial, maka ia akan merasa lebih nyaman.

Sementara dari sudut pandang ilmiah lainnya, diketahui bahwa ada banyak bagian dalam otak yang mengatur soal ikatan sosial dan komunikasi. Mulai dari hormon oksitosin yang berperan untuk meningkatkan ikatan interpersonal. Lalu, visual cortex berperan untuk mendeteksi dan membaca wajah. Dan anterior insular cortex bertanggung jawab dalam hal empati, serta mendeteksi kondisi emosional orang lain.

Bagi otak, melakukan interaksi dengan orang lain dapat membentuk ide dan pengertian akan lingkungan sekitarnya. Selain itu, seseorang juga akan merasa bahwa pilihan yang diambilnya benar, setelah melakukan interaksi dalam kelompoknya.

Isolasi diri dan tidak melakukan kontak dengan orang lain, bisa dianggap sebagai ‘siksaan’. Sebuah studi menunjukkan bahwa ketika seseorang menjalani isolasi, maka otaknya akan merasa seperti sedang ‘kelaparan’ alias membutuhkan untuk berinteraksi dan sosialisasi.

Jadi, bisa dikatakan wajar jika physical distancing dapat menyebabnya stres, mengganggu perkembangan otak, dan bahkan pada usia muda jadi lebih rentan terkena masalah kesehatan mental.

Credit: lowdown.carphonewarehouse.com

Meskipun terasa ‘menyiksa’ karena harus terus berada di rumah, beruntung karena pandemi Covid-19 terjadi pada tahun 2020, saat teknologi sudah sangat berkembang. Masyarakat dapat tetap melakukan komunikasi jarak jauh, seperti melakukan panggilan video maupun suara. Selain itu, media sosial juga dapat digunakan untuk berinteraksi dengan banyak orang, sehingga kamu tak merasa kesepian.

Hanya saja, kamu perlu memahami bahwa komunikasi dan interaksi manusia membutuhkan beberapa gestur tubuh, seperti adanya kontak mata, ekspresi, dan nada bicara. Komunikasi jarak jauh ini mungkin tak sepenuhnya dapat memuaskan keinginan manusia untuk berinteraksi atau bersosialiasi.

 

 

Featured Image - cnbc.com

Source - cnnindonesia.com