Beberapa daerah di Indonesia, termasuk DKI Jakarta sudah mulai memberlakukan kembali proses belajar tatap muka untuk jenjang sekolah PAUD hingga SMA/SMK. Berkaitan hal tersebut, setiap murid, maupun pihak sekolah masih harus tetap menerapkan protokol kesehatan secara ketat untuk menghindari terjadinya penularan virus.

Mengenai kebijakan tersebut, sejumlah daerah yang boleh mengadakan pembelajaran tatap muka, yakni daerah dengan PPKM level 1 sampai 3. Sementara, untuk wilayah dengan PPKM level 4, masih belum boleh memberlakukan belajar di sekolah, dan diminta tetap melakukan pembelajaran daring.

Meskipun sudah bersekolah langsung, tapi tidak sedikit orangtua yang khawatir akan risiko penularan di luar rumah. Bahkan, ada kekhawatiran lainnya, yaitu gejala long Covid yang bisa saja dialami oleh anak – ketika akhirnya dinyatakan positif virus corona.

Lantas, bagaimana dengan risiko gejala berkepanjangan selama masa pembelajaran tatap muka? Adakah cara yang bisa dilakukan untuk menghindari kondisi tersebut?

Berikut ini ulasan lengkapnya.

 

 

Long Covid pada Anak, Apa Saja Gejalanya?

Credit Image - haibunda.com

Dilansir dari PopMama, istilah long Covid-19 – atau gejala berkepanjangan merujuk kepada kondisi gejala virus corona yang masih dirasakan, hingga berbulan-bulan meskipun sudah dinyatakan sembuh, maupun negatif. Sebelumnya, banyak orang yang yakin bahwa sindrom ini hanya diderita oleh orang dewasa. Namun faktanya, tidak! Anak-anak juga bisa mengalami kondisi tersebut.

Sebenarnya, gejala pasti dari kondisi long Covid masih belum diketahui, mengingat pandemi masih berlangsung, sehingga ada kemungkinan perubahan di masa mendatang. Meskipun begitu, berdasarkan sejumlah data yang diperoleh, sejumlah gejala long Covid yang mungkin dialami oleh anak, yaitu:

  • Merasa lelah
  • Batuk
  • Demam yang naik-turun
  • Nyeri kepala
  • Nyeri otot
  • Nyeri dada
  • Anosmia
  • Gangguan pencernaan
  • Sulit fokus atau berkonsentrasi, serta gejala lainnya

Untuk itu, orangtua mesti mewaspadai sejumlah gejala di atas, terutama ketika anak sudah terkonfirmasi positif Covid-19.

 

Tetapi, Sebelum Long Covid, Sudah Ada MIS-C Lho

Credit Image - chla.org

Sebelum kemunculan long Covid yang dialami oleh anak, telah lebih dahulu ada kondisi yang dinamakan MIS-C – atau Multisystem Inflammatory Syndrome in Children). Sesuai dengan namanya, sindrom ini juga diderita oleh anak-anak.

MIS-C merupakan kelainan hiperinflamasi yang terjadi pada beberapa organ tubuh penderitanya. Mirip seperti long Covid, anak yang mengalami kondisi ini umumnya adalah yang juga pernah sakit Covid-19 sebelumnya.

Kondisi MIS-C bisa terjadi selama 4-5 bulan, bahkan pada anak OTG. Bagi yang mengalami sindrom ini, biasanya akan menunjukkan indikasi, seperti:

  • Demam selama lebih dari 3 hari
  • Ada 2 gejala penyerta, baik bisa berupa ruam, konjungtivitis, syok, gangguan pencernaan, dan lainnya.
  • Peningkatan penanda inflamasi (LED, CRP, dan prokalsitonin) tanpa adanya penyebab inflamasi lain.
  • Memang pernah terdeteksi positif Covid-19.

Hanya saja, sindrom MIS-C dapat menuntun kepada komplikasi pada jantung, layaknya penyakit Kawasaki. Tentu jika terlambat ditangani, anak yang menderitanya berisiko mengalami kematian.

 

Bisakah Gejala Berkepanjangan Dihindari?

Credit Image - diadona.id

Sebenarnya, long Covid pada anak tidak dapat dicegah. Sampai saat ini pun belum ditemukan jawaban mengenai kapan – atau kondisi seperti apa yang membuat anak mengalami gejala berkepanjangan. Dalam hal ini, hanya ada satu cara efektif yang dapat dilakukan, yakni dengan menjaga anak agar tidak sampai tertular Covid-19.

Saat ini, peraturan tentang pengadaan pembelajaran tatap muka memang belum diluncurkan oleh IDAI, namun sebenarnya keputusan mengikuti proses belajar tersebut tetap ada di tangan orangtua. Dalam hal ini, ditekankan bahwa seluruh pihak, baik anak, orangtua, dan pihak sekolah sudah harus melakukan vaksinasi terlebih dahulu.

Terlepas dari itu, anak yang hendak mengikuti pembelajaran tatap muka mesti yang sudah mampu patuh protokol kesehatan. Itu sebabnya, selain karena belum tersedianya vaksin, anak-anak berusia di bawah 12 tahun masih belum direkomendasikan belajar tatap muka.

Yang pasti, orangtua juga perlu melakukan upaya pencegahan penularan virus terhadap anak, yaitu dengan menjaga kesehatan Si Kecil. Seperti diketahui, sistem kekebalan yang kuat juga dapat meminimalisir risiko infeksi virus, lho. Dalam hal ini, orangtua bisa mengajak anak menjalani gaya hidup yang sehat.

Kebiasaan hidup sehat tersebut meliputi asupan makanan bernutrisi tinggi untuk anak, pastikan waktu istirahatnya sudah cukup, dan ajak anak untuk tetap aktif bergerak. Untuk optimalkannya, kamu juga perlu memberikannya asupan vitamin dan mineral.

Kedua nutrisi tersebut dapat ditemui di berbagai sumber makanan, seperti sayur dan buah. Tetapi, agar kebutuhannya semakin terpenuhi secara optimal, dianjurkan memberikan multivitamin anak dengan kandungan vitamin lengkap.

Direkomenasikan untuk memberi memberikan Enervon-C Plus Sirup yang mengandung Vitamin A, Vitamin B Kompleks (Vitamin B1, Vitamin B2, Vitamin B6, dan Vitamin B12), Vitamin C, dan Vitamin D.

Sejumlah kandungan vitamin tersebut berperan penting untuk mendukung perkembangan anak, membantu optimalkan tumbuh kembang Si Kecil, membuatnya tetap aktif di masa pertumbuhan, meningkatkan napsu makan, membantu pembentukan tulang dan gigi, serta bantu pelihara daya tahan tubuhnya biar tidak mudah sakit.

 

Jadi, itulah ulasan mengenai long Covid pada anak, terutama ketika ia sudah mengikuti pembelajaran tatap muka. Apakah Si Kecil sudah mulai belajar di sekolah? Jangan lupa, untuk selalu mengingatkannya mematuhi prokes, ya!

 

 

Featured Image - zonautara.com

Source - popmama.com