Umumnya, pasien virus corona Covid-19 melewati masa pemulihan yang beragam. Ada yang dapat pulih seutuhnya dalam waktu hitungan minggu saja, namun ada pula yang sampai berbulan-bulan. Biasanya, hal ini disebabkan oleh adanya gejala menetap – atau disebut sebagai post-Covid condition, dikenal juga sebagai long Covid.

Selain gejala berupa batuk, anosmia, ada pula gejala berkepanjangan yang berkaitan dengan gangguan saraf – sekaligus otak.

Sampai sekarang, kasus gejala berkepanjangan masih terus meningkat, termasuk di Indonesia. Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Agus Dwi Susanto menyatakan, berdasarkan studi Universitas Indonesia dan RS Persahabatan Jakarta, sekitar 63,5% dari 463 pasien penyintas mengalami long Covid.

Lalu, apa sebenarnya penyebab dari long Covid? Dan, bagaimana kaitannya dengan gangguan neurologis – atau yang berkaitan dengan saraf serta otak? Untuk menjawab pertanyaan ini, yuk simak informasi lengkapnya!

 

 

Penyebab Gejala Berkepanjangan

Credit Image - news-medical.net

Anthony Fauci, Direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular Amerika Serikat, mengatakan bahwa gejala long Covid menyerupai myalgia encephalomyelitis-chronic fatigue syndrome – atau sindrom kelelahan kronis.

Gejala serupa juga dapat dipicu oleh penyakit lain, seperti mononukleosis (demam kelenjar), penyakit Lyme, SARS, dan penyakit akibat kelompok virus lcorona lainnya.

Kondisi tersebut pun dapat dibagi menjadi tiga tipe, yaitu long Covid – atau gejala berlanjut, efek lanjutan paska infeksi Covid-19 di berbagai sistem organ dan autoimun, serta efek paska perawatan Covid-19, termasuk stres fisik dan psikis setelah perawatan intensif maupun isolasi.

Fenomena long Covid memiliki gejala bervariasi dan dapat mengenai siapa pun yang terinfeksi Covid-19, meski sebelumnya memiliki gejala ringan atau tidak bergejala. Gejala berkepanjangan tersebut bisa meliputi rasa kelelahan ekstrim, brain fog – atau sulit berkonsentrasi dan berpikir, insomnia, nyeri kepala, dan juga anosmia.

Gejala lainnya adalah merasa pusing saat berdiri, depresi dan kecemasan, telinga berdenging, berdebar-debar (palpitasi), nyeri dada, sulit bernapas, kemampuan napas memendek, batuk, nyeri sendi dan otot, gatal-gatal dan lainnya.

 

Gangguan Saraf dan Otak Akibat Long Covid-19

Credit Image - klikdokter.com

Disebut juga sebagai Post Covid-19 Neurological Syndrome – ini merupakan istilah sindrom baru untuk menjelaskan berbagai kumpulan gangguan neurologis dan kognitif setelah infeksi virus corona penyebab Covid-19. Kondisi ini pun termasuk dalam long Covid.

Istilah ini mendapatkan perhatian khusus setelah adanya kemiripan gangguan neurologis paska infeksi Covid-19, dibanding penyintas epidemi SARS pada 2003 lalu. Ada keterlibatan infeksi sistem saraf pusat pada SARS yang menyebabkan kelemahan otot, pusing, dan kelelahan berkepanjangan.

Beberapa penyintas SARS juga mengalami gangguan kesehatan mental dan jiwa – yang bahkan dapat berlangsung sampai 4 tahun setelah infeksi. Gangguannya seperti depresi, gangguan panik, stress paska trauma, gangguan obsesif-kompulsif, dan gangguan somatoform – atau keluhan fisik tanpa temuan klinis bermakna.

Gejala berkepanjangan yang terjadi akibat Covid-19 disebabkan oleh virus 2 yang menembus sawar-darah otak menuju ke otak secara langsung, ataupun melalui akson saraf tepi nervus olfaktori ke otak dan menimbulkan gejala gangguan saraf pusat.

Biasanya, pasien akan merasakan berbagai gejala, mulai dari nyeri kepala, pusing, gangguan kognitif, kejang, sulit berjalan, “brain fog” sampai gangguan kesadaran, bahkan stroke – yang termasuk contoh gangguan saraf pusat.

Sementara itu, ada pula gangguan saraf tepi di luar dari gejala pada otak yang dapat berupa otot, gangguan pergerakan otot (motorik), dan gangguan kemampuan sensorik merasakan pada anggota tubuh.

 

Cegah Gejala Berkepanjangan, Lakukan Langkah Ini!

Credit Image - diabetescarecommunity.ca

Dalam penyakit apapun, istilah lebih baik mencegah daripada mengobati memang benar adanya. Ini pun berlaku pada Covid-19. Jadi, lakukan langkah pencegahan – dengan menerapkan protokol kesehatan, yaitu memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas.

Optimalkan perlindungan diri dengan menerapkan pola hidup sehat, seperti Enervon Active dua kali sehari.

Konsumsi Enervon-C yang mengandung Vitamin C, Vitamin B Kompleks (Vitamin B1, Vitamin B2, Vitamin B6, dan Vitamin B12), Niacinamide, dan Kalsium Pantotenat – yang dapat menjaga daya tahan tubuhmu agar tidak mudah sakit.

Minum Enervon-C Effervescent dengan kandungan Vitamin C 1000 mg untuk perlindungan ekstra, serta mampu memberikan sensasi rasa segar sepanjang hari. 

Bagi yang memiliki lambung sensitifi, direkomendasikan untuk mengonsumsi Enervon Active – yang mengandung non-acidic Vitamin C 500 mg, Vitamin B Kompleks (Vitamin B1, Vitamin B2, Vitamin B6, Vitamin B12), Niacinamide, Kalsium Pantotenat, dan Zinc yang dapat bantu menjaga imun tubuh, sekaligus mengoptimalkan stamina agar tak mudah lelah.

Tak hanya membantu menjaga kekebalan saja, namun kandungan vitamin B kompleks dalam Enervon-C dan Enervon Active juga dapat membantu proses metabolisme, sehingga makanan yang kamu konsumsi dapat diubah menjadi sumber energi yang lebih tahan lama. Jadi, tak perlu khawatir tubuh mudah merasa lemas, ya.

Untuk mendapatkan sejumlah produk multivitamin Enervon yang asli, pastikan kamu membelinya dari official store di Tokopedia, Shopee, Lazada, dan BukaLapak. Atau kunjungi drug store dan apotek terdekat di daerahmu.

 

Jadi, itulah ulasan mengenai gejala berkepanjangan Covid-19 yang dapat menyebabkan gangguan saraf dan otak. Untuk menghindari risiko tersebut, tetap lakukan prokes secara disiplin, ya!

 

 

Featured Image – everydayhealth.com

Source – theconversation.com