Mendidik dan membimbing anak memang sebuah tantangan dan pekerjaan terus menerus bagi orang tua. Seiring dengan perkembangan usia anak, mereka akan mulai memiliki karakternya masing-masing. Termasuk momen saat anak kecewa dan marah, mereka memiliki cara yang unik untuk menyampaikannya. Sayangnya, orang tua terkadang belum memahami hal tersebut sebagai sebuah proses belajarnya. Itulah kenapa ayah dan ibu perlu memahami kenapa orang tua tidak mengerti perasaan anak dan cara untuk menghindarinya.

Mulai dari usia 4 tahun mereka akan suka bertanya tentang banyak hal. Kemudian terus berkembang hingga mereka mampu menganalisis dan menyampaikan pendapatnya. Orang tua tentu akan menjadi sosok yang paling sering menghadapi keingintahuan anak. Tidak jarang pada beberapa hal anak akan memiliki pendapat dan keinginan yang berbeda dengan orang tua. Di sinilah letak orang tua perlu menyadari bahwa memahami anak adalah hal penting agar tidak terkena dampak negatifnya.

 

Akibat yang Harus Dihindari

Orang tua yang tidak mengerti perasaan anak dapat menjadi penyebab beberapa gangguan mental anak. Pertama, anak-anak akan cenderung mengalami gangguan pengelolaan emosi. Hal ini terjadi karena mereka merasa orang tua tidak memperhatikan rasa kecewa dan amarahnya.

Kedua, anak juga bisa kesulitan menerima diri sendiri dan kurang mengembangkan sikap empati dengan teman dan lingkungannya. Ketika hal ini dibiarkan dan terbiasa hingga remaja, anak-anak memiliki kecenderungan tumbuh dengan risiko gangguan mental yang tinggi. Sehingga ayah dan ibu perlu memahami setiap emosi yang mereka sampaikan. Baik itu berupa mara dan kecewa maupun saat mereka senang dan membutuhkan apresiasi.

 

Faktor Kenapa Orang Tua Tidak Mengerti Perasaan Anak

1. Belum Selesai dengan Diri Sendiri

Memahami perasaan orang lain bermula dari mengalami pengalaman yang sama atau minimal pernah melewati masa tersebut. Orang tua pernah menjadi anak-anak namun tidak dengan anak. Ketika orang tua belum selesai dengan masalah yang dihadapi, termasuk trauma masa kecil, maka orang tua cenderung kurang mengerti cara merespon anak. Sehingga saat anak-anak mengeluarkan emosinya, orang tua merasa kondisi dan situasi mereka sama dengan yang dialaminya dahulu tanpa bertanya yang sebenarnya.

2. Menerapkan Pengasuhan dari Kakek dan Nenek

Faktor berikutnya adalah mengikuti pola atau metode pengasuhan dari nenek dan kakek. Padahal hal ini sangat tidak sesuai dengan perkembangan zaman yang terjadi. Anak-anak menghadapi lingkungan dan dunia yang jauh berbeda dengan dunia yang dihadapi orang tua dahulu. Apalagi jika melihat fakta bahwa karakter anak tentu tidak sama dengan karakter ayah dan ibunya. Di sinilah ayah dan ibu perlu memahami karakter anak dan metode pengasuhan yang paling sesuai.

3. Kurangnya Waktu Bersama Anak

Orang tua yang bekerja seharian memang lelah, belum lagi jika ada lembur kerja dan/atau pekerjaan yang dibawa ke rumah. Sehingga waktu yang bisa diluangkan dengan anak sedikit atau bahkan tidak ada. Hal ini membuat orang tua tidak bisa memahami anak dan hari-hari yang dilaluinya. Risiko mengalami konflik bisa meningkat ketika orang tua sedang lelah dan anak sedang ingin mendapatkan perhatian.

 

4. Komunikasi Kurang dan Tidak Intens

Namun perlu dipahami juga bahwa meskipun salah satu atau kedua orang tua bisa meluangkan waktu dengan anak, komunikasi yang terjalin harus diupayakan memiliki kualitas yang baik. Orang tua perlu menyisihkan waktu untuk benar-benar mendengarkan mereka sehingga mereka juga bisa nyaman terbuka dengan ayah dan ibunya. Pola komunikasi yang terjalin erat dapat meningkatkan kedekatan dan mengurangi konflik sehari-hari karena kedua belah pihak dapat saling memahami.

5. Tidak Mau Mendengarkan Anak dan Merasa Selalu Benar

Sebagai orang yang lebih tua dan dihormati oleh anak-anak, orang tua cenderung merasa selalu benar dan kurang bisa mendengarkan ketika ada perbedaan keinginan dengan anak. Padahal bisa saja anak memiliki alasan dan pertimbangan yang baik meskipun berbeda dengan kehendak orang tua.

 

Tips Menghindari Hal Tersebut

1. Mau Mendengarkan dan Proaktif

Tips pertama agar orang tua bisa mengerti perasaan anak adalah dengan mau mendengarkan mereka. Dari mendengarkan dan mencoba memposisikan diri seperti posisi anak saat itu, orang tua dapat sedikit demi sedikit memahami mereka. Bila anak memiliki karakter yang pendiam, orang tua perlu proaktif dalam memulai percakapan.

2. Mengajak Anak Diskusi dan Menyampaikan Pendapat

Sebaliknya jika anak memiliki karakter yang aktif, orang tua perlu mengajak mereka diskusi. Mulai dari hal remeh, seperti hubungan pertemanan, kegiatan sekolah dan materi pelajaran, hingga isu-isu sosial sederhana yang sedang berkembang. Terutama terkait hal-hal yang mengharuskan mereka mengambil keputusan. Berikan mereka kebebasan menyampaikan pendapat dengan cara yang benar dan sesuai tata krama yang berlaku. Baik itu pendapat bernada sepakat maupun tidak dengan orang tua. Ketika anak dan orang tua memiliki pendapat atau keinginan yang berbeda, konflik perlu dikelola dengan baik. Pastikan mereka memahami konsekuensi dari setiap pilihan yang diambil. Kemudian dampingi dan beri mereka rasa aman dan yakin bahwa ayah dan ibu siap membantu.

 

Dengan memahami anak, orang tua tidak hanya mencegah akibat yang telah dijelaskan di atas terjadi. Tapi juga untuk meningkatkan hubungan baik dengan anak. Mereka akan lebih terbuka dengan orang tuanya sekaligus dapat belajar menyampaikan rasa kecewa dan amarah dengan lebih baik.

Dukung momen kamu untuk belajar dan berkembang bersama anak dengan tubuh yang sehat dan berenergi. Pola makan dan gaya hidup sehat akan menghindarkan kamu dan keluarga dari penyakit. Perkuat sistem imunitas tubuh dengan multivitamin dan mineral dari Enervon-C Effervescent. Bentuknya yang mudah larut dalam air memungkinkan kamu dan keluarga mengonsumsinya setiap hari bersama dengan memenuhi asupan cairan tubuh. Dapatkan produknya yang asli dengan mengakses Tokopedia dan/atau Shopee Enervon sekarang juga.